Salah
satu kewajiban pajak adalah melunasi utang pajak, apabila wajib pajak mempunyai
utang pajak. Timbulnya utang pajak adalah karena bunyi pada undang-undang,
tanpa dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus asal terpenuhinya syarat
subjektif dan objektif yang terdiri dari keadaan-keadaan tertentu dan peristiwa
atau batas tertentu. Ketentuan tersebut merupakan timbulnya utang pajak menurut
teori materiil. Contohnya atas suatu penghasilan atau atas suatu kekayaan wajib
pajak yang kurang dibayar, maka berdasarkan syarat materiil telah timbul utang
pajak. Tanpa harus menunggu Surat Ketetapan Pajak dikeluarkan fiskus, wajib
pajak dapat melunasi utang pajak tersebut.
Sedangkan
menurut teori formil, selama belum ada surat ketetapan pajak, maka belum ada
utang pajak walaupun syarat-syarat subjekif dan syarat-syarat objektif serta
waktu telah terpenuhi dan timbulnya utang pajak bukan karena undang-undang.
Contohnya atas suatu penghasilan atau kekayaan wajib pajak yang kurang dibayar,
berdasarkan syarat materiil telah timbul utang pajak, tetapi menurut teori
formil belum timbul utang pajak. Baru timbul utang pajak jika Surat Ketetapan
Pajak telah dikeluarkan fiskus.
Jika wajib pajak
mempunyai utang pajak, maka berkewajiban untuk melunasi utangnya tersebut. Apabila
wajib pajak yang memiliki utang pajak tetapi belum dilunasinya, maka negara
akan menagih. Melalui penagihan Pajak yang merupakan serangkaian tindakan supaya
wajib pajak melunasi utang pajaknya pajak dengan cara menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika, memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melakukan penyitaan, melakukan penyanderaan terhadap
barang, dan melelang barang-barang yang telah disita yang hasil dari pelelangan
tersebut digunakan untuk membayar utang.
Penagihan pajak
tersebut mungkin tidak berkendala bagi wajib pajak yang mampu untuk melunasinya,
tetapi bagaimana jika seandainya ada seorang Wajib Pajak meninggal dunia yang masih
mempunyai utang pajak yang belum dibayar, dia memiliki sejumlah warisan tertentu
tetapi tidak mempunyai ahli waris?
Apabila
seorang Wajib Pajak yang meninggal dunia masih mempunyai utang pajak yang belum
dibayar, dia memiliki sejumlah warisan tertentu tetapi tidak mempunyai ahli
waris dan/atau tidak meninggalkan wasiat untuk warisannya. Maka atas warisannya
tersebut akan digunakan untuk membayar utang pajak wajib pajak yang meninggal
tersebut, karena warisan yang belum terbagi tersebut akan menggantikan wajib
pajak sebagai subjek pajak. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 butir a angka 2 UU Pajak
Penghasilan, yang menjadi subjek pajak adalah warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Penunjukan warisan sebagai
subjek pajak pengganti dimaksudkan supaya pengenaan utang pajak tetap dapat
dilaksanakan, jadi negara tidak dirugikan.
Negara
memperoleh hak mendahului untuk pembayaran utang pajak. Apabila ada pihak lain
yang juga mempunyai hak atas warisan atau piutang karena wajib pajak mempunyai
utang kepada pihak tersebut, pembayaran utang didahulukan. Dengan adanya hak
mendahului maka warisan tersebut digunakan untuk membayar utang pajak terlebih
dahulu. Contohnya warisan berupa mobil yang belum dibayar lunas, sebelum
penjual menyita mobil tersebut terlebih dahulu negara berhak atas mobil
tersebut untuk pembayaran utang pajak.
Pasal
10 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-161/PJ./2001 tentang jangka
waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran dan
penghapusan nomor pokok wajib pajak, serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan
pengusaha kena pajak menyatakan sebagai berikut : Dalam hal Wajib Pajak yang
telah memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak meninggal dunia dan meninggalkan
warisan yang belum terbagi, maka warisan yang belum terbagi tersebut dalam
kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari
Wajib Pajak yang meninggal dunia, dan ahli warisnya wajib melaporkan dengan mengisi
formulir yang ditentukan.
Dijelaskan
lagi dalam Pasal 15 bahwa Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau
pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak hanya ditujukan untuk kepentingan
tata usaha perpajakan, tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus
dilakukannya. Walaupun wajib pajak tersebut telah meninggal akan dihapuskan
NPWPnya, tetapi untuk hutang-hutang pajaknya tidak akan dihapuskan karena dia
masih memiliki harta warisan yang tidak terbagi karena tidak adanya ahli waris.
Tetapi
apabila warisan yang ditinggalkan mempunyai ahli waris, maka para ahli waris harus
melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk melaporkan meninggalnya si
wajib pajak dengan kondisi warisan yang belum terbagikan. Untuk mendukung
laporan tersebut, dipersyaratkan adanya surat keterangan kematian Wajib Pajak
dan surat pernyataan bahwa warisan belum dibagi. Sesuai Pasal 15 di atas, mengenai
tagihan pajak almarhum maka KPP tetap akan menagihnya. Jika tagihan tersebut
memang lebih besar dari yang ditagihkan dan/atau ternyata terdapat tagihan lain
selain yang tercantum dalam surat tagihan, maka ahli waris berhak meminta
keringanan.
Dalam hal Wajib Pajak meninggal dunia
dengan meninggalkan warisan tetapi tidak mempunyai ahli waris atau ada ahli waris tetapi statusnya
tidak kuat, maka tagihan pajak ditujukan kepada Balai Harta
Peninggalan/Pelaksana Surat Wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan
tersebut. Menurut Perpu No 2 Tahun 2007 , Balai Harta Peninggalan diatur
sebagai pengelola harta bagi harta warisan yang tidak diketahui ahli warisnya
dan juga sebagai wali pengawas. Terkait dengan hal tersebut, Balai Harta
Peninggalan mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk ditetapkan sebagai
pengelola harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya sesuai
dengan pasal 28 Perpu No 2 Tahun 2007. Bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak
yang belum dibayar, maka warisan tersebut dapat digunakan oleh Balai Harta
Peninggalan untuk membayar utang pajak almarhum.
Tetapi
apabila pihak Balai Harta Peninggalan atau pihak yang mengurus harta
peninggalan tersebut enggan melunasi pajak dari almarhum, maka petugas pajak
dapat menerbitkan surat paksa, yaitu surat perintah membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan untuk melakukan eksekusi
lapangan dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Secara teori, surat paksa diterbitkan setelah
surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang diterbitkan oleh
pejabat pajak. Pasal 8 ayat 1 UU KUP menerangkan tentang sebab-sebab penerbitan
surat paksa yaitu penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya
telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang
sejenis, dan terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika,
sekaligus, atau penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Surat
paksa diberitahukan oleh jurusita pajak kepada salah satu ahli waris atau
pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak
telah meninggal dunia dan masih meninggalkan harta warisan dan belum dibagi. Pelaksanaan
Surat Paksa dapat dilanjutkan dengan penyitaan apabila telah lewat 2x24 jam
setelah Surat Paksa diberitahukan. Penyitaan merupakan tindakan Jurusita Pajak
untuk menguasai barang wajib pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang
pajak menurut peraturan perundang-undangan. Dalam kasus wajib pajak meninggal,
yang disita adalah warisannya yang mampu untuk memenuhi utang pajaknya.
Penyitaan
tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita Pengadilan Negeri
atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita tersebut,
Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi
lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan
barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Sedangkan instansi lain
yang berwenang, menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut
berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara untuk tagihan pajak, dan dapat
dilakukan penyitaan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak terutang.
Selanjutnya
dilakukan pelelangan kalau setelah penyitaan utang pajak masih tidak dibayar
deposito berjangka, obligasi, saham, surat berharga, piutang, penyertaan modal,
dan lain sebagainya. Barang yang dilelang di balai lelang dipakai untuk
membayar utang pajak dan biaya penagihan. Untuk deposito berjangka, tangungan, langsung
dipindahbukukan ke bank yang ditunjuk. Obligasi, saham, surat berharga di BEJ
dijual di bursa efek atas permintaan pejabat atau segera dijual oleh pejabat. Untuk
yang berbentuk piutang dibuat berita acara persetujuan tentang pengalihan hak
menagih ke pejabat. Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuat akte
persetujuan pengalihan hak menjual ke pejabat.
Proses
lelang dilaksanakan minimal 14 hari setelah pengumuman lelang di media massa
dan pengumuman lelang minimal 14 hari setelah penyitaan. Jadi total ada 28 hari
dari mulai penyitaan ke pelelangan. Pengumuman lelang di media massa minimal
dilakukan 1 kali untuk barang begerak dan 2 kali untuk barang tidak bergerak.
Untuk nilai barang 20 juta ke atas wajib dilakukan pengumuman ke media massa. Lelang
dapat dilakukan tanpa wajib pajak. Kalau sebelum ketok palu pelelangan ada
pelunasan hutang pajak, keputusan pengadilan, keputusan pengadilan pajak, atau
barang yang dilelang musnah maka lelang gagal atau tidak jadi dilaksanakan.
Pemerintah
Daerah memiliki hak mendahului atas barang wajib pajak pada pokok pajak, bunga,
sanksi administrasi, denda dan biaya penagihan pajak yang mendahului biaya
perkara, biaya penyelamatan barang baik disebabkan pelelangan / penghukuman
pelelangan atau lain-lain sesuai gubernur. Tetapi hak mendahului dapat hilang
jika sudah lewat 2 tahun dari terbit SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD (surat tagihan
pajak daerah), surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan dan
putusan banding kecuali surat paksa diberitahu resmi atau ada penundaan
pembayaran. Jadi ada dua tahun lebih untuk jangka penundaan bayar.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
·
Perpu
No 2 Tahun 2007.
·
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-161/PJ./2001.
mau tanya boleh ?
BalasHapus