Senin, 27 Agustus 2012

Asas Pengenaan Pajak


Negara melakukan pemungutan pajak berdasarkan yuridiksi negara yang bersangkutan. Yuridiksi adalah ruang lingkup penggunaan wewenang untuk memungut pajak pada warga negaranya maupun warga negara asing yang bertempat tinggal atau berkedudukan di negara tersebut sehingga tidak menimbulkan pembebanan berat bagi wajib pajak.  Secara tegas maupun tersirat diatur tentang pengelompokan yuridiksi pemungutan pajak yang bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda, baik nasional maupun internasional. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan.
Jenis pajak yang banyak diterapkan di banyak negara dan diatur berdasarkan yuridiksi negara adalah Pajak Penghasilan. Dalam hal pengenaan pajak penghasilan ini, ada tiga asas pengenaan pajak yaitu asas domisili, asas sumber, dan asas kebangsaan. Ada 3 contoh kasus tentang asas pemungutan pajak yang penulis analisis.
Contoh  1 :
Tenaga kerja asing yang berasal dari Malaysia bekerja di suatu perusahaan swasta milik warga negara Inggris yang bertempat di Indonesia, maka dari penghasilan yang didapat oleh warga negara Malaysia dan Inggris di Indonesia akan dikenakan pajak.
                Pemungutan pajak berdasarkan contoh  di atas berdasarkan asas sumber. Indonesia dalam menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diperoleh orang pribadi atau badan usaha hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh pihak yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di Indonesia. Jika di Indonesia terdapat suatu sumber penghasilan, negara berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari Indonesia.
Dalam contoh kasus di atas berdasarkan asas sumber, maka negara yang berwenang memungut pajak adalah negara tempat penghasilan itu diperoleh. Jadi, bukan negara orang pribadi atau badan usaha berasal atau berdomisili tetapi negara setempat tempat diperolehnya pendapatan, dalam kasus di atas adalah Indonesia. Negara Indonesia berhak memungut pajak dari warga negara asing atau badan usaha tetap milik pihak asing yang berada di Indonesia berdasarkan peraturan yang mengatur.
Subyek pajak yang dapat dikenakan pajak adalah orang  atau badan usaha yang memperoleh penghasilan dari suatu negara. Di Indonesia, subjek pajak berdasarkan asas sumber adalah wajib pajak luar negeri dan badan usaha tetap yang diatur dalam Pasal 2 ayat 4 dan 5 Undang-Undang Pajak Penghasilan ( UU PPh). Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam UU PPh dan Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan.

Obyek yang dikenakan pajak adalah seluruh penghasilan yang diperoleh subyek pajak dari sumber penghasilan yang terletak di negara tersebut. Misalnya terhadap objek pajak bumi dan bangunan yang berada di Indonesia, negara indonesia memiliki kewenangan untuk mengenakan dan memungut pajak bumi dan bangunan bagi wajib pajak yang menguasai, memiliki atau memperoleh manfaat atas objek pajak yang dikenakan pajak bumi dan bangunan.Contoh yang lain adalah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang terjadi di Indonesia, sehingga Indonesia berhak memungut bea perolehan atas tanah dan bangunan.
Contoh 2 :
Nona Z adalah seorang artis yang berdomisili di Jakarta, selain artis dia juga seorang designer baju dan penulis buku. Baju yang dibuat dan buku yang ditulisnya beredar ke seluruh dunia sehingga dia mendapatkan penghasilan dari hasil penjualan baju dan buku tersebut. Dia juga sering menjadi narasumber di luar negeri.
Berdasarkan kasus di atas, pendapatan Nona Z yang berasal dari luar negeri dapat dipungut oleh Indonesia menurut asas domisili. Asas domisili adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung pada tempat tinggal atau domisili wajib pajak di suatu negara. Negara di tempat wajib pajak itu bertempat tinggal, negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh dari manapun.
Dalam contoh kasus di atas berdasarkan asas domisili, negara yang berwenang memungut pajak adalah adalah negara tempat subyek pajak berdomisili. Bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan asas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri. Walaupun penghasilan Nona Z diperoleh di luar negeri, dia tetap akan dipungut pajak oleh Indonesia karena dia berdomisili di Indonesia.
Subyek pajak yang dapat dikenakan pajak adalah orang atau badan usaha yang berdomisili di negara tersebut. Siapapun orang atau badan usaha yang berdomisili di negara tersebut akan dikenakan pajak di negara tersebut, terlepas dari kewarganegaraan orang tersebut. Indonesia menganut asas ini di mana di dalam Pasal 2  ayat 3 UU PPh dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
1.     Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2.     Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3.     Subjek pajak warisan, yaitu warisan yang belum terbagi.
Dari ketentuan di atas ditegaskan bahwa subjek pajak yang bisa dikenakan pajak tidak harus berkewarganegaraan Indonesia tetapi karena keberadaannya di Indonesia. Begitu juga untuk badan, kriteria subjek pajak bukan hanya masalah legalitas didirikannya tetapi juga keberadaan fisik atau berkedudukannya.
Obyek yang dikenakan pajak adalah penghasilan yang diperoleh subyek pajak dimanapun penghasilan itu diperoleh, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Negara Indonesia akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan usaha yang berdomisili atau berkedudukan di Indonesia. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan asas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri.
Contoh 3 :
Tuan Q warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Singapura dan mempunyai badan usaha tetap di Malaysia.
Berdasarkan contoh kasus di atas, negara Indonesia dapat memungut pajak kepada Tuan Q berdasarkan asas kebangsaan. Negara dapat mamungut pajak penghasilan Tuan Q walaupun sumber penghasilan dan domisilinya ada di negara lain. Asas kebangsaan adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara. Apabila suatu negara menerapkan asas kewarganegaraan, maka negara tersebut akan mengenakan pajak penghasilan kepada setiap warga negaranya di manapun ia berada dan dari manapun penghasilannya diperoleh.
Negara yang berwenang memungut pajak adalah adalah negara tempat asal kebangsaan seseorang atau tempat pendirian atau kedudukan suatu badan usaha. Subyek pajak yang dapat dikenakan pajak adalah orang-orang yang berkebangsaan atau suatu badan usaha yang tempat pendirian atau kedudukan di negara tersebut dimanapun dia berada. Obyek yang dikenakan pajak adalah seluruh penghasilan yang diperoleh subyek pajak dimanapun diperoleh.
Berdasarkan Asas kebangsaan, yuridiksi pemungutan pajak yang dikenakan bukan objek pajak, melainkan status atau kedudukan warga negara dari stiap orang pribadi yang berasal dari negara yang mengenakan pajak. Walaupun orang pribadi yang bersangkutan tidak bertempat tinggal di negara yang hendak melakukan pemungutan pajak, terhadap orang pribadiitu yang merupakan warga negaranya, dilakukan pemungutan pajak terhadap yang bersangkutan. Misalnya, untuk Indonesia yang menganut asas kebangsaan, pemungutan pajak yang dilakukan bukan hanya warga negara yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia, tetapi termasuk yang berkedudukan atau bertempat tinggal di luar Indonesia. Asas kewarganegaraan ini diterapkan dalam UU PPh, pemungutan pajak penghasilan dilakukan kepada warga negara Indonesia baik yang bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia. Ini berarti, hukum pajak mengikuti warga negaranya dimanapun ia berada untuk dapat dikenakan pajak.
Indonesia pada umumnya tidak menerapkan asas ini. Namun demikian, dalam Pasal 3 UU PPh, asas kebangsaan dipakai khusus ketika memberikan pengecualian sebagai subjek pajak.
Ketiga asas pengenaan pajak tersebut diterapkan dalam UU PPh di Indonesia. Ketiga asas tersebut saling melengkapi dalam mengatur pengenaan pajak terhadap subjek pajak. Menurut asas sumber, subjek pajak yang dikenakan pajak adalah wajib pajak luar negeri dan badan usaha tetap yang diatur dalam Pasal 2 ayat 4 dan 5. Berdasarkan asas domisili, subjek pajaknya adalah subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2  ayat 3 UU PPh.Sedangkan menurut asas kebangsaan, dalam Pasal 3 UU PPh asas kebangsaan dipakai khusus ketika memberikan pengecualian sebagai subjek pajak. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan tetapi hanya sebagian, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Tetapi apabila dalam penerapan asas-asas pengenaan pajak di berbagai negara berbeda, maka akan terjadi pemungutan pajak ganda. Contoh kasusnya, cabang perusahaan Singapura yang ada di Indonesia akan dikenakan PPh di Indonesia berdasarkan asas sumber. Atas penghasilan ini pihak otoritas juga akan mengenakan pajak berdasarkan asas kewarganegaraan atau asas domisili. Kejadian ini menimbulkan dua kali pengenaan pajak atas objek dan subjek yang sama. Apabila di Indonesia kena tarif 30% dan di Singapura kena tarif 25%, maka total atas penghasilan yang sama dikenakan tarif  55%.
Adanya penerapan asas pemungutan pajak tersebut tentu akan menimbulkan konflik kepentingan antar negara yang menggunakan asas berlainan yang dapat menimbulkan pajak berganda. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan-kebijakan untuk menghindari pemungutan pajak berganda antar negara. Cara-cara penghindaran pajak berganda diantaranya berupa :
a)         Unilateral (sepihak) yaitu kebijakan sepihak dari suatu negara untuk menghindarkan pajak berganda yang dituangkan dalam peraturan perpajakannya tanpa memperhatikan adanya perjanjian. Biasanya karena adanya asas timbal balik (reciprocity) antar negara.
b)         Bilateral atau Multilateral yaitu cara menghindarkan pajak berganda dengan adanya perjanjian, baik antara dua negara (bilateral) maupun lebih dari dua negara (multilateral).
c)         Kebiasaan International yaitu cara menghindarkan pajak berganda dengan cara salah satu pihak dengan cara kebiasaan internasional, artinya bila terjadi perselisihan antar negara tersebut, salah satu pihak harus mengalah. Biasanya yang mengalah adalah Negara yang menganut asas domisili.





Daftar Pustaka :
http: //www.scribd.com/doc/25546177/Asas Pengenaan Pajak diakses tanggal 25 Desember 2011 pukul 16.12 .
http://aturanpajak.blogspot.com/  diakses tanggal 25 Desember 2011 pukul 16.17.
Brotodihardjo, R. Santoso. 1998. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : Refika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar