Senin, 27 Agustus 2012

MAKALAH PMK 85/PMK.03/2012


MAKALAH
PMK  85/PMK.03/2012

Tentang Penunjukan badan usaha milik negara untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya.


Dasar Hukum:
Undang-Undang No 8 Tahun 1983 stdtd Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
a) Pasal 1 angka 27
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
b) Pasal 16A
1.      Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
2.      Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Sejak dikeluarkannya  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85 tahun 2012 Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan niali atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan kepada Badan Usaha Milik Negara baik itu barang kena pajak atau pun jasa kena pajak dikenai PPN atau PPnBM yang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN selaku pihak pemungut. Dalam hal ini ketika pihak BUMN melakukan pembelian dari PKP baik badan maupun perseorangan, pihak BUMN wajib untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak yang telah ia pungut tersebut sesuai dengan tata cara yang berlaku dalam perundang-undangan perpajakan di Indonesia.
Jumlah pajak yang dipungut oleh BUMN adalah sebesar 10% dikalikan dengan besarnya Dasar Pengenaan Pajak(DPP). DPP yang dimaksud adalah jumlah harga jual, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung PPN atau PPnBM. Selain PPN, penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah juga akan dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah(PPnBM). Besarnya pemotongan atas PPnBM ini ialah tarif yang berlaku dikalikan dengan DPP. Tarif yang diberlakukan untuk menentukan pengenaan PPnBM ini telah ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Penyerahan yang dikecualikan untuk dipungut PPN atau PPnBM:
1.      Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,- termasuk jumlah PPN atau PPnBM yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2.      Pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
3.      Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina;
4.      Pembayaran atas rekening telepon;
5.      Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
6.      Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPnBM.
Pembayaran yang tercantum dalam poin 1, 2, 3, 4, dan 5 dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pihak rekanan (penjual) sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Setiap penyerahan yang dikecualikan dalam pemungutan oleh BUMN dilaksanakan dengan cara biasa seperti penyetoran PPN yang penyerahannya dilakukan oleh bukan pemungut. Sedangkan untuk poin 6 tidak dilaksanakan pemungutan, penyetoran, ataupun pelaporan PPN karena penyerahan atas BKP atau JKP tersebut memang tidak dikenakan PPN berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat:
1.      Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
2.      Penerimaan Pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran yang terjadi senbelum penyerahan BKP atau JKP
3.      Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

v  Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN. Pembuatan Faktur Pajak oleh Rekanan harus dilakukan pada saat pemungutan PPN oleh BUMN.
Penjelasan:
Dalam setiap penyerahan barang kena pajak ataupun jasa kena pajak, Rekanan selaku pihak yang menyerahkan BKP dan JKP kepada BUMN tersebut wajib membuat faktur pajak saat melakukan penyerahan tersebut dengan ketentuan:
a.       Dibuat sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.
b.      Mencantumkan besarnya PPN atau PPnBM dalam faktur pajak.
c.       Faktur pajak dibuat tiga rangkap. Lembar pertama untuk BUMN, kedua untuk Rekanan, dan lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT masa PPN bagi pemungut PPN.
d.      Faktur pajak yang dibuat harus diberi cap “disetor tanggal..” oleh pihak BUMN disertai tanda tangan dari pihak BUMN.


Dalam hal pembuatan SSP, Rekanan wajib membuat SSP dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       SSP sebagaimana dimaksud diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapai penandatanganan SSP dilakukan oleh pihak BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
b.      SSP dibuat lima rangkap dengan ketentuan. Lembar pertama untuk rekanan, lembar kedua untuk KPPN melalui bank persepsi atau kantor pos, lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT masa PPN, lembar keempat untuk bank persepsi atau kantor pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT masa PPN.

Besarnya PPN dan PPnBM yang dipungut:
1.      Jumlah PPN dan PPnBM yang harus dipungut oleh BUMN adalah :
    1. PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak; dan
    2. PPnBM sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (dalam hal selain terutang PPN juga terutang PPnBM).
  1. Jika dalam kontrak tidak disebutkan nilai kontrak tersebut termasuk PPN dan PPnBM, maka kewajiban PPN 10% dan PPnBM dihitung dari nilai kontrak.
  2. BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal ......" dan menandatanganinya pada Faktur Pajak.

Penyetoran PPN Yang Telah Dipungut oleh BUMN
-        BUMN wajib menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
-        Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
-        SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
-        FP lembar 2 serta SSP lembar 1 dan lembar 3 yang sudah dibayar oleh Pertamina diambil langsung oleh Vendor.

Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran:

1.      Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
2.      Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.
3.      SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4.      Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5.      Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:
-        lembar kesatu untuk BUMN;
-        lembar kedua untuk Rekanan; dan
-        lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6.      SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
-        lembar kesatu untuk Rekanan;
-        lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
-        lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;
-        lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
-        lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7.      BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal " dan      menandatanganinya pada Faktur Pajak.
8.      Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.

Pelaporan PPN yang telah dipungut dan disetor oleh BUMN:
-        BUMN wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat BUMN terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
-        Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
-        Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN 1107 PUT).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar