MAKALAH
PMK 85/PMK.03/2012
Tentang Penunjukan badan usaha milik negara untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya.
PMK 85/PMK.03/2012
Tentang Penunjukan badan usaha milik negara untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya.
Dasar Hukum:
Undang-Undang No 8
Tahun 1983 stdtd Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang PPN Barang dan Jasa dan
PPnBM.
a) Pasal 1 angka 27
Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai adalah
bendahara Pemerintah, badan,
atau instansi pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak
atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
b) Pasal 16A
1.
Pajak
yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
2.
Tata
cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Badan
Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Negara yang dipisahkan. Sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85 tahun
2012 Badan Usaha Milik Negara ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan niali
atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
Pengusaha
Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan kepada Badan Usaha Milik Negara baik
itu barang kena pajak atau pun jasa kena pajak dikenai PPN atau PPnBM yang
dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN selaku pihak pemungut. Dalam hal
ini ketika pihak BUMN melakukan pembelian dari PKP baik badan maupun
perseorangan, pihak BUMN wajib untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak
yang telah ia pungut tersebut sesuai dengan tata cara yang berlaku dalam
perundang-undangan perpajakan di Indonesia.
Jumlah
pajak yang dipungut oleh BUMN adalah sebesar 10% dikalikan dengan besarnya
Dasar Pengenaan Pajak(DPP). DPP yang dimaksud adalah jumlah harga jual,
penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung PPN atau
PPnBM. Selain PPN, penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah juga akan
dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah(PPnBM). Besarnya pemotongan atas PPnBM
ini ialah tarif yang berlaku dikalikan dengan DPP. Tarif yang diberlakukan
untuk menentukan pengenaan PPnBM ini telah ditetapkan dan diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan.
Penyerahan yang
dikecualikan untuk dipungut PPN atau PPnBM:
1. Pembayaran
yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,- termasuk jumlah PPN atau PPnBM
yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2. Pembayaran
atas penyerahan BKP atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan di
bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari
pengenaan PPN;
3. Pembayaran
atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT
Pertamina;
4. Pembayaran
atas rekening telepon;
5. Pembayaran
atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
6. Pembayaran
lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPnBM.
Pembayaran
yang tercantum dalam poin 1, 2, 3, 4, dan 5 dipungut, disetor, dan dilaporkan
oleh pihak rekanan (penjual) sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Setiap penyerahan yang dikecualikan dalam pemungutan oleh BUMN
dilaksanakan dengan cara biasa seperti penyetoran PPN yang penyerahannya
dilakukan oleh bukan pemungut. Sedangkan untuk poin 6 tidak dilaksanakan
pemungutan, penyetoran, ataupun pelaporan PPN karena penyerahan atas BKP atau
JKP tersebut memang tidak dikenakan PPN berdasarkan undang-undang perpajakan
yang berlaku.
Pemungutan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada
saat:
1. Penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
2. Penerimaan
Pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran yang terjadi senbelum penyerahan BKP
atau JKP
3. Penerimaan
pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
v Rekanan
wajib membuat Faktur Pajak dan SSP untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada BUMN. Pembuatan Faktur Pajak
oleh Rekanan harus dilakukan pada saat pemungutan PPN oleh BUMN.
Penjelasan:
Dalam
setiap penyerahan barang kena pajak ataupun jasa kena pajak, Rekanan selaku
pihak yang menyerahkan BKP dan JKP kepada BUMN tersebut wajib membuat faktur
pajak saat melakukan penyerahan tersebut dengan ketentuan:
a. Dibuat
sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.
b. Mencantumkan
besarnya PPN atau PPnBM dalam faktur pajak.
c. Faktur
pajak dibuat tiga rangkap. Lembar pertama untuk BUMN, kedua untuk Rekanan, dan
lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT masa PPN bagi pemungut PPN.
d. Faktur
pajak yang dibuat harus diberi cap “disetor tanggal..” oleh pihak BUMN disertai
tanda tangan dari pihak BUMN.
Dalam
hal pembuatan SSP, Rekanan wajib membuat SSP dengan ketentuan sebagai berikut:
a. SSP
sebagaimana dimaksud diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan,
tetapai penandatanganan SSP dilakukan oleh pihak BUMN sebagai penyetor atas
nama Rekanan.
b. SSP
dibuat lima rangkap dengan ketentuan. Lembar pertama untuk rekanan, lembar
kedua untuk KPPN melalui bank persepsi atau kantor pos, lembar ketiga untuk
Rekanan yang dilampirkan pada SPT masa PPN, lembar keempat untuk bank persepsi
atau kantor pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT masa
PPN.
Besarnya PPN dan PPnBM yang dipungut:
1. Jumlah
PPN dan PPnBM yang harus dipungut oleh BUMN adalah :
- PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak; dan
- PPnBM sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (dalam hal selain terutang PPN juga terutang PPnBM).
- Jika dalam kontrak tidak disebutkan nilai kontrak tersebut termasuk PPN dan PPnBM, maka kewajiban PPN 10% dan PPnBM dihitung dari nilai kontrak.
- BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal ......" dan menandatanganinya pada Faktur Pajak.
Penyetoran
PPN Yang Telah Dipungut oleh BUMN
-
BUMN wajib menyetorkan PPN dan PPnBM
yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
-
Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran
pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur
nasional, penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
-
SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta
identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor
atas nama Rekanan.
-
FP lembar 2
serta SSP lembar 1 dan lembar 3 yang sudah dibayar oleh Pertamina diambil
langsung oleh Vendor.
Tata Cara
Pemungutan Dan Penyetoran:
1. Rekanan
wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada BUMN.
3. SSP
sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas
Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas
nama Rekanan.
4. Dalam hal
penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka Rekanan harus
mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5. Faktur Pajak
dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan sebagai berikut:
-
lembar kesatu untuk BUMN;
-
lembar kedua untuk Rekanan; dan
-
lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN bagi Pemungut PPN.
6. SSP dibuat
dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai berikut:
-
lembar kesatu untuk Rekanan;
-
lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau
Kantor Pos;
-
lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN;
-
lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos;
dan
-
lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7. BUMN yang
melakukan pemungutan harus membubuhkan cap "Disetor Tanggal "
dan menandatanganinya pada Faktur
Pajak.
8. Faktur Pajak
dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM.
Pelaporan
PPN yang telah dipungut dan disetor oleh BUMN:
-
BUMN wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang
telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat BUMN terdaftar paling
lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
-
Dalam hal batas akhir pelaporan
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
-
Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran
PPN dan PPnBM dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai (SPT Masa PPN 1107 PUT).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar