Kebijaksanaan
pemberian fasilitas penangguhan pembayaran PPN dan PPnBM terutang diberlakukan
pada kasus PPN dan PPnBM terutang atas impor atau atas penyerahan barang modal
tertentu di dalam negeri. Apabila ada PPN dan/atau PPnBM terutang atas
penyerahan di dalam negeri atau atas pengimporan barang modal tertentu di mana
barang modal tersebut merupakan Barang Kena Pajak atau BKP Tergolong Mewah,
maka atas penyerahan di dalam negeri atau atas pengimporan barang modal
tersebut tidak dipungut (ditangguhkan dari pemungutan) PPN dan PPnBM sepanjang
barang modal tersebut dipakai untuk kegiatan usaha. Kalau barang modal yang
diserahkan atau diimpor itu dijual/dipakai untuk tujuan lain selain untuk
kegiatan usaha, maka PPN yang ditangguhkan tersebut harus dibayar.
Ini
artinya PPN atau PPnBM terutang tidak dipungut untuk selamanya kalau memenuhi
syarat, yaitu BKP tersebut digunakan untuk kegiatan usaha sebagaimana
dinyatakan dalam permohonan penangguhan pembayaran PPN atau PPnBM terutang.
Kalau syarat tersebut dipenuhi, maka PPN atau PPnBM terutang harus dilunasi.
Fasilitas
ini saat ini sudah ditiadakan. Walaupun sudah tidak berlaku, tidak ada salahnya
dijelaskan supaya dapat dijadikan sumber pengetahuan.
§ Sumber
hukum : Keputusan Menteri Keuangan : 577/KMK.00/1989 tentang Penangguhan
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Atau Perolehan Barang Modal
Tertentu.
§ Barang Modal
Tertentu adalah mesin, peralatan dan peralatan pabrik, baik adalah keadaan
terpasang maupun terlepas, yang diperlukan untuk proses menghasilkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, tidak termasuk suku cadang.
§ Penangguhan
Pembayaran PPN dan/atau PPnBM atas impor atau perolehan barang modal tertentu
diberikan sepanjang pengusaha yang bersangkutan adalah Pengusaha Kena Pajak.
§ Pemberian penangguhan pembayaran PPN dan/atau PPnBM atas impor atau perolehan barang modal tertentu dilaksanakan oleh:
- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri;
- Direktorat Jenderal Pajak untuk perusahaan di luar Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri.
§ Tata cara Penangguhan Pembayaran PPN dan/atau PPnBM atas impor atau perolehan barang modal tertentu diatur dalam:
- Lampiran I untuk perusahaan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri;
- Lampiran II untuk perusahaan diluar Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri.
Lampiran I Barang
Modal Asal Impor:
1.
Permohonan persetujuan Daftar Induk Barang Modal
(Masterlist) yang diajukan oleh perusahaan PMA/PMDN kepada Ketua BKPM sekaligus
merupakan permohonan penangguhan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai/Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPN/PPn BM) sepanjang telah dilampirkan pula
rekaman NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
2.
Persetujuan pemberian penangguhan pembayaran PPN/PPn
BM oleh Ketua BKPM sekaligus akan tertuang dalam persetujuan Daftar Induk
Barang Modal (Masterlist/Surat Persetujuan Pabean) perusahaan yang
bersangkutan.
3.
Bagi perusahaan PMA/PMDN yang memperoleh
Masterlist/Surat Persetujuan Pabean sebelum ditetapkannya ketentuan ini, dapat
mengajukan permohonan kepada Ketua BKPM untuk penyesuaiannya dengan melampirkan
rekaman Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Persetujuan Pemberian Penangguhan
Pembayaran PPN/PPn BM hanya terhadap sisa barang modal yang belum di impor.
4.
Pelaksanaan pemberian penangguhan pembayaran PPN/PPn
BM pada setiap pengimporan barang modal tercantum pada setiap Laporan Kebenaran
Pemeriksaan (LKP) kolom PPN/PPnBM dengan kode xoox yang didasarkan kepada
Masterlist/Surat Persetujuan Pabean Perusahaan yang bersangkutan. Apabila
karena sesuatu hal, pemberian penangguhan PPN/PPn BM tersebut belum tercermin
pada LKP yang bersangkutan, maka importir PMA/PMDN dapat mengajukan perubahan
LKP kepada PT. Sucofindo/SGS Jakarta dan untuk itu akan diterbitkan LKP
Perubahan.
Lampiran II Barang
Modal Produksi Dalam Negeri:
1.
Perusahaan PMA/PMDN mengajukan permohonan tertulis
kepada Ketua BKPM tentang Permohonan Penangguhan Pembayaran PPN/PPn BM
(terlampir), dengan melampirkan rekaman Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan
bukti pembelian atau perjanjian jual-beli.
2.
Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja
sejak diterima permohonan lengkap dan memenuhi persyaratan Keputusan ini, Ketua
BKPM memberikan persetujuan tentang Surat Keterangan Penangguhan Pembayaran
PPN/PPnBM (terlampir), dalam rangkap 4 (empat):
- Lembar ke-1,
untuk penjual melalui pemohon;
- Lembar
ke-2,untuk pemohon;
- Lembar ke-3,
untuk Kantor Pelayanan Pajak setempat;
- Lembar ke-4,
arsip.
3.
Dalam hal permohonan yang diajukan tidak lengkap, atau
tidak memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
kerja sejak diterima permohonan tersebut, Ketua BKPM memberikan jawaban
penolakan tentang Penolakan Permohonan (terlampir).
4.
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan barang modal
tertentu setelah memperoleh "Surat persetujuan Penangguhan Pembayaran
PPN/PPn BM" tetap diwajibkan membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan
PPN/PPn BM sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar:
- Lembar ke-1,
untuk pembeli;
- Lembar ke-2,
untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa;
- Lembar ke-3,
untuk arsip penjual
5.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud angka 4 harus diberi
cap yang memuat nomor dan tanggal Surat Persetujuan Penangguhan Pembayaran
PPN/PPnBM.
§ Jumlah PPN dan/atau PPnBM yang telah diberikan penangguhan harus disetor kembali ke Kas Negara, apabila barang modal:
a) Digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai ketentuan;
b) Dijual atau dipindahtangankan baik sebagian maupun seluruhnya sebelum habis nilai bukunya sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pajak Penghasilan;
c) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewahnya yang ditangguhkan dikreditkan;
§ Besarnya Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang harus disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, sebanding dengan besarnya nilai buku berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan pada saat terjadinya penyimpangan penggunaan atau pemindahtanganan barang modal tertentu.
§ Jumlah pajak harus disetor selambat-lambatnya pada tanggal 15 setelah akhir masa pajak terjadinya penyimpangan penggunaan atau pemindahtanganan barang modal.
§ Dalam hal pajak tidak disetor, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah sanksi yang berlaku sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar