Senin, 27 Agustus 2012

Fasilitas Penangguhan Pembayaran PPN dan PPnBM Terutang

Kebijaksanaan pemberian fasilitas penangguhan pembayaran PPN dan PPnBM terutang diberlakukan pada kasus PPN dan PPnBM terutang atas impor atau atas penyerahan barang modal tertentu di dalam negeri. Apabila ada PPN dan/atau PPnBM terutang atas penyerahan di dalam negeri atau atas pengimporan barang modal tertentu di mana barang modal tersebut merupakan Barang Kena Pajak atau BKP Tergolong Mewah, maka atas penyerahan di dalam negeri atau atas pengimporan barang modal tersebut tidak dipungut (ditangguhkan dari pemungutan) PPN dan PPnBM sepanjang barang modal tersebut dipakai untuk kegiatan usaha. Kalau barang modal yang diserahkan atau diimpor itu dijual/dipakai untuk tujuan lain selain untuk kegiatan usaha, maka PPN yang ditangguhkan tersebut harus dibayar.
Ini artinya PPN atau PPnBM terutang tidak dipungut untuk selamanya kalau memenuhi syarat, yaitu BKP tersebut digunakan untuk kegiatan usaha sebagaimana dinyatakan dalam permohonan penangguhan pembayaran PPN atau PPnBM terutang. Kalau syarat tersebut dipenuhi, maka PPN atau PPnBM terutang harus dilunasi.
Fasilitas ini saat ini sudah ditiadakan. Walaupun sudah tidak berlaku, tidak ada salahnya dijelaskan supaya dapat dijadikan sumber pengetahuan.
§  Sumber hukum : Keputusan Menteri Keuangan : 577/KMK.00/1989 tentang Penangguhan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Atau Perolehan Barang Modal Tertentu.
§  Barang Modal Tertentu adalah mesin, peralatan dan peralatan pabrik, baik adalah keadaan terpasang maupun terlepas, yang diperlukan untuk proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, tidak termasuk suku cadang.
§  Penangguhan Pembayaran PPN dan/atau PPnBM atas impor atau perolehan barang modal tertentu diberikan sepanjang pengusaha yang bersangkutan adalah Pengusaha Kena Pajak.
§  Pemberian penangguhan pembayaran PPN dan/atau PPnBM atas impor atau perolehan barang modal tertentu dilaksanakan oleh:
-        Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri;
-        Direktorat Jenderal Pajak untuk perusahaan di luar Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri.
§  Tata cara Penangguhan Pembayaran PPN dan/atau PPnBM atas impor atau perolehan barang modal tertentu diatur dalam:
-        Lampiran I untuk perusahaan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri;
-        Lampiran II untuk perusahaan diluar Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri.
Lampiran I Barang Modal Asal Impor:

1.      Permohonan persetujuan Daftar Induk Barang Modal (Masterlist) yang diajukan oleh perusahaan PMA/PMDN kepada Ketua BKPM sekaligus merupakan permohonan penangguhan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN/PPn BM) sepanjang telah dilampirkan pula rekaman NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
2.      Persetujuan pemberian penangguhan pembayaran PPN/PPn BM oleh Ketua BKPM sekaligus akan tertuang dalam persetujuan Daftar Induk Barang Modal (Masterlist/Surat Persetujuan Pabean) perusahaan yang bersangkutan.
3.      Bagi perusahaan PMA/PMDN yang memperoleh Masterlist/Surat Persetujuan Pabean sebelum ditetapkannya ketentuan ini, dapat mengajukan permohonan kepada Ketua BKPM untuk penyesuaiannya dengan melampirkan rekaman Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Persetujuan Pemberian Penangguhan Pembayaran PPN/PPn BM hanya terhadap sisa barang modal yang belum di impor.
4.      Pelaksanaan pemberian penangguhan pembayaran PPN/PPn BM pada setiap pengimporan barang modal tercantum pada setiap Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP) kolom PPN/PPnBM dengan kode xoox yang didasarkan kepada Masterlist/Surat Persetujuan Pabean Perusahaan yang bersangkutan. Apabila karena sesuatu hal, pemberian penangguhan PPN/PPn BM tersebut belum tercermin pada LKP yang bersangkutan, maka importir PMA/PMDN dapat mengajukan perubahan LKP kepada PT. Sucofindo/SGS Jakarta dan untuk itu akan diterbitkan LKP Perubahan.


Lampiran II Barang Modal Produksi Dalam Negeri:

1.      Perusahaan PMA/PMDN mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua BKPM tentang Permohonan Penangguhan Pembayaran PPN/PPn BM (terlampir), dengan melampirkan rekaman Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan bukti pembelian atau perjanjian jual-beli.
2.      Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterima permohonan lengkap dan memenuhi persyaratan Keputusan ini, Ketua BKPM memberikan persetujuan tentang Surat Keterangan Penangguhan Pembayaran PPN/PPnBM (terlampir), dalam rangkap 4 (empat):

- Lembar ke-1, untuk penjual melalui pemohon;
- Lembar ke-2,untuk pemohon;
- Lembar ke-3, untuk Kantor Pelayanan Pajak setempat;
- Lembar ke-4, arsip.

3.      Dalam hal permohonan yang diajukan tidak lengkap, atau tidak memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterima permohonan tersebut, Ketua BKPM memberikan jawaban penolakan tentang Penolakan Permohonan (terlampir).
4.      Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan barang modal tertentu setelah memperoleh "Surat persetujuan Penangguhan Pembayaran PPN/PPn BM" tetap diwajibkan membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan PPN/PPn BM sekurang-kurangnya 3 (tiga) lembar:
- Lembar ke-1, untuk pembeli;
- Lembar ke-2, untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa;
- Lembar ke-3, untuk arsip penjual

5.      Faktur Pajak sebagaimana dimaksud angka 4 harus diberi cap yang memuat nomor dan tanggal Surat Persetujuan Penangguhan Pembayaran PPN/PPnBM.
 
§  Jumlah PPN dan/atau PPnBM yang telah diberikan penangguhan harus disetor kembali ke Kas Negara, apabila barang modal:
a)      Digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai ketentuan;
b)      Dijual atau dipindahtangankan baik sebagian maupun seluruhnya sebelum habis nilai bukunya sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pajak Penghasilan;
c)      Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewahnya yang ditangguhkan dikreditkan;
§  Besarnya Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang harus disetor sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, sebanding dengan besarnya nilai buku berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan pada saat terjadinya penyimpangan penggunaan atau pemindahtanganan barang modal tertentu.
§  Jumlah pajak harus disetor selambat-lambatnya pada tanggal 15 setelah akhir masa pajak terjadinya penyimpangan penggunaan atau pemindahtanganan barang modal.
§  Dalam hal pajak tidak disetor, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak ditambah sanksi yang berlaku sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar