Negara melakukan pemungutan
pajak berdasarkan yuridiksi negara yang bersangkutan. Yuridiksi adalah ruang
lingkup penggunaan wewenang untuk memungut pajak pada warga negaranya maupun
warga negara asing yang bertempat tinggal atau berkedudukan di negara tersebut
sehingga tidak menimbulkan pembebanan berat bagi wajib pajak. Secara tegas maupun tersirat diatur tentang
pengelompokan yuridiksi pemungutan pajak yang bertujuan untuk menghindari
pengenaan pajak berganda, baik nasional maupun internasional. Sebagai contoh di Indonesia, secara
tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun
1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan
undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan
asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk
mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai
asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk
pengenaan pajak penghasilan.
Jenis pajak yang banyak diterapkan di
banyak negara dan diatur berdasarkan yuridiksi negara adalah Pajak Penghasilan.
Dalam hal pengenaan pajak penghasilan ini, ada tiga asas pengenaan pajak yaitu
asas domisili, asas sumber, dan asas kebangsaan. Ada 3 contoh kasus tentang
asas pemungutan pajak yang penulis analisis.
Contoh
1 :
Tenaga kerja asing yang berasal dari
Malaysia bekerja di suatu perusahaan swasta milik warga negara Inggris yang
bertempat di Indonesia, maka dari penghasilan yang didapat oleh warga negara
Malaysia dan Inggris di Indonesia akan dikenakan pajak.
Pemungutan
pajak berdasarkan contoh di atas
berdasarkan asas sumber. Indonesia dalam menganut asas sumber akan mengenakan
pajak atas suatu penghasilan yang diperoleh orang pribadi atau badan usaha
hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh pihak yang bersangkutan
dari sumber-sumber yang berada di Indonesia. Jika di Indonesia terdapat suatu sumber
penghasilan, negara berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu
bertempat tinggal.
Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi
landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari Indonesia.
Dalam contoh kasus di atas
berdasarkan asas sumber, maka negara yang berwenang memungut pajak adalah negara
tempat penghasilan itu diperoleh. Jadi, bukan negara orang pribadi atau badan
usaha berasal atau berdomisili tetapi negara setempat tempat diperolehnya
pendapatan, dalam kasus di atas adalah Indonesia. Negara Indonesia berhak
memungut pajak dari warga negara asing atau badan usaha tetap milik pihak asing
yang berada di Indonesia berdasarkan peraturan yang mengatur.
Subyek
pajak yang dapat dikenakan pajak adalah orang
atau badan usaha yang memperoleh penghasilan dari suatu negara.
Di Indonesia, subjek pajak berdasarkan asas sumber adalah wajib pajak luar
negeri dan badan usaha tetap yang diatur dalam Pasal 2 ayat 4 dan 5
Undang-Undang Pajak Penghasilan ( UU PPh). Bagi Wajib Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam UU
PPh dan Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan.
Obyek yang dikenakan pajak
adalah seluruh penghasilan yang diperoleh subyek pajak dari sumber penghasilan
yang terletak di negara tersebut. Misalnya terhadap objek pajak bumi dan
bangunan yang berada di Indonesia, negara
indonesia memiliki kewenangan untuk mengenakan dan memungut pajak bumi dan
bangunan bagi wajib pajak yang menguasai, memiliki atau memperoleh manfaat atas
objek pajak yang dikenakan pajak bumi dan bangunan.Contoh yang lain adalah bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan yang
terjadi di Indonesia, sehingga Indonesia berhak memungut bea
perolehan atas tanah dan bangunan.
Contoh 2 :
Nona Z adalah seorang artis yang
berdomisili di Jakarta, selain artis dia juga seorang designer baju dan penulis
buku. Baju yang dibuat dan buku yang ditulisnya beredar ke seluruh dunia
sehingga dia mendapatkan penghasilan dari hasil penjualan baju dan buku
tersebut. Dia juga sering menjadi narasumber di luar negeri.
Berdasarkan kasus di atas,
pendapatan Nona Z yang berasal dari luar negeri dapat dipungut oleh Indonesia
menurut asas domisili. Asas domisili adalah asas yang menganut cara pemungutan
pajak yang tergantung pada tempat tinggal atau domisili wajib pajak di suatu
negara. Negara di tempat wajib pajak itu bertempat tinggal, negara itulah yang
berhak mengenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh dari manapun.
Dalam contoh kasus di atas berdasarkan asas
domisili, negara yang berwenang memungut pajak adalah adalah negara tempat
subyek pajak berdomisili. Bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem
pengenaan pajak terhadap penduduknya akan menggabungkan asas domisili dengan
konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu
maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri. Walaupun penghasilan Nona Z
diperoleh di luar negeri, dia tetap akan dipungut pajak oleh Indonesia karena
dia berdomisili di Indonesia.
Subyek pajak yang dapat
dikenakan pajak adalah orang atau badan usaha yang berdomisili di negara
tersebut. Siapapun
orang atau badan usaha yang berdomisili di negara tersebut akan dikenakan pajak
di negara tersebut, terlepas dari kewarganegaraan orang tersebut. Indonesia
menganut asas ini di mana di dalam Pasal 2 ayat 3 UU PPh dinyatakan bahwa yang dimaksud
dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
3.
Subjek
pajak warisan, yaitu warisan yang belum terbagi.
Dari ketentuan di atas ditegaskan bahwa
subjek pajak yang bisa dikenakan pajak tidak harus berkewarganegaraan Indonesia
tetapi karena keberadaannya di Indonesia. Begitu juga untuk badan, kriteria
subjek pajak bukan hanya masalah legalitas didirikannya tetapi juga keberadaan
fisik atau berkedudukannya.
Obyek yang dikenakan pajak adalah penghasilan yang
diperoleh subyek pajak dimanapun penghasilan itu diperoleh, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri. Negara Indonesia akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan usaha yang berdomisili
atau berkedudukan di Indonesia. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara
yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduknya akan
menggabungkan asas domisili dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik
yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri.
Contoh
3 :
Tuan
Q warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Singapura dan mempunyai
badan usaha tetap di Malaysia.
Berdasarkan contoh kasus di
atas, negara Indonesia dapat memungut pajak kepada Tuan Q berdasarkan asas
kebangsaan. Negara dapat mamungut pajak penghasilan Tuan Q walaupun sumber
penghasilan dan domisilinya ada di negara lain. Asas kebangsaan adalah asas
yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari
suatu negara. Apabila suatu negara menerapkan asas
kewarganegaraan, maka negara tersebut akan mengenakan pajak penghasilan kepada
setiap warga negaranya di manapun ia berada dan dari manapun penghasilannya
diperoleh.
Negara yang berwenang memungut pajak adalah adalah
negara tempat asal kebangsaan seseorang atau tempat pendirian atau kedudukan suatu
badan usaha. Subyek pajak yang dapat dikenakan pajak adalah orang-orang yang
berkebangsaan atau suatu badan usaha yang tempat pendirian atau kedudukan di negara
tersebut dimanapun dia berada. Obyek yang dikenakan pajak adalah seluruh
penghasilan yang diperoleh subyek pajak dimanapun diperoleh.
Berdasarkan Asas kebangsaan, yuridiksi
pemungutan pajak yang dikenakan bukan objek pajak, melainkan status atau
kedudukan warga negara dari stiap orang pribadi yang berasal dari negara yang
mengenakan pajak. Walaupun orang pribadi yang bersangkutan tidak bertempat
tinggal di negara yang hendak melakukan pemungutan pajak, terhadap orang
pribadiitu yang merupakan warga negaranya, dilakukan pemungutan pajak terhadap
yang bersangkutan. Misalnya,
untuk Indonesia yang menganut asas kebangsaan, pemungutan pajak yang dilakukan
bukan hanya warga negara yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia,
tetapi termasuk yang berkedudukan atau bertempat tinggal di luar Indonesia. Asas kewarganegaraan ini diterapkan
dalam UU PPh, pemungutan pajak penghasilan dilakukan kepada warga negara
Indonesia baik yang bertempat tinggal di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Ini berarti, hukum pajak mengikuti warga negaranya dimanapun ia berada untuk
dapat dikenakan pajak.
Indonesia pada umumnya tidak menerapkan
asas ini. Namun demikian, dalam Pasal 3 UU PPh, asas kebangsaan dipakai khusus
ketika memberikan pengecualian sebagai subjek pajak.
Ketiga asas pengenaan pajak tersebut
diterapkan dalam UU PPh di Indonesia. Ketiga asas tersebut saling melengkapi
dalam mengatur pengenaan pajak terhadap subjek pajak. Menurut asas sumber,
subjek pajak yang dikenakan pajak adalah wajib pajak luar negeri dan badan
usaha tetap yang diatur dalam Pasal 2 ayat 4 dan 5. Berdasarkan asas domisili,
subjek pajaknya adalah subjek
pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 2 ayat 3 UU PPh.Sedangkan menurut asas
kebangsaan, dalam Pasal 3 UU PPh asas kebangsaan dipakai khusus ketika
memberikan pengecualian sebagai subjek pajak. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia
menganut asas domisili dan asas sumber dalam sistem perpajakannya. Indonesia
juga menganut asas kewarganegaraan tetapi hanya sebagian, yaitu khusus dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Tetapi apabila dalam penerapan
asas-asas pengenaan pajak di berbagai negara berbeda, maka akan terjadi
pemungutan pajak ganda. Contoh kasusnya, cabang perusahaan Singapura yang ada di
Indonesia akan dikenakan PPh di Indonesia berdasarkan asas sumber. Atas
penghasilan ini pihak otoritas juga akan mengenakan pajak berdasarkan asas
kewarganegaraan atau asas domisili. Kejadian ini menimbulkan dua kali pengenaan
pajak atas objek dan subjek yang sama. Apabila di Indonesia kena tarif 30% dan
di Singapura kena tarif 25%, maka total atas penghasilan yang sama dikenakan
tarif 55%.
Adanya penerapan asas
pemungutan pajak tersebut tentu akan menimbulkan konflik kepentingan antar negara
yang menggunakan asas berlainan yang dapat menimbulkan pajak berganda. Oleh
karena itu, diperlukan kebijakan-kebijakan untuk menghindari pemungutan pajak
berganda antar negara. Cara-cara penghindaran pajak berganda diantaranya berupa
:
a)
Unilateral
(sepihak) yaitu kebijakan sepihak dari suatu negara untuk menghindarkan pajak
berganda yang dituangkan dalam peraturan perpajakannya tanpa memperhatikan
adanya perjanjian. Biasanya karena adanya asas timbal balik (reciprocity) antar
negara.
b)
Bilateral
atau Multilateral yaitu cara menghindarkan pajak berganda dengan adanya
perjanjian, baik antara dua negara (bilateral) maupun lebih dari dua negara
(multilateral).
c)
Kebiasaan
International yaitu cara menghindarkan pajak berganda dengan cara salah satu
pihak dengan cara kebiasaan internasional, artinya bila terjadi perselisihan
antar negara tersebut, salah satu pihak harus mengalah. Biasanya yang mengalah
adalah Negara yang menganut asas domisili.
Daftar Pustaka :
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/mengapa-perlu-ada-tax-treaty.html diakses tanggal 25 Desember
2011 pukul 16.05.
http: //www.scribd.com/doc/25546177/Asas Pengenaan Pajak diakses tanggal
25 Desember 2011 pukul 16.12 .
http://aturanpajak.blogspot.com/ diakses tanggal 25 Desember 2011 pukul 16.17.
Brotodihardjo,
R. Santoso. 1998. Pengantar Ilmu Hukum
Pajak. Bandung : Refika.